Judul Buku: Cinta
Penulis: Toni Morrison
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
YANG paling sering terabaikan dari sebuah persoalan ras adalah adanya konflik dalam diri ras itu sendiri. Selama ini justifikasi ras, dalam kaitan kulit hitam vs kulit putih, bahwasanya memang kulit hitam selalu terkalahkan oleh ras kulit putih dari segi apa pun. Kulit hitam digambarkan brengsek, melempem, dan primitif. Di sini memang bisa diamati bagaimana gambaran kulit hitam atas kulit putih dengan berbagai cara yang tentu melibatkan kekuasaan, bisa saja mewakili pandangan apa yang selama ini bertahan tentang politisasi ras.
Namun, berkenaan dengan bahwa masalah ras antara kulit putih-kulit hitam, terdapat pandangan lain atas kulit hitam sendiri. Kulit hitam dalam dirinya sendiri, paling tidak novel Cinta karya Toni Morrison, dapat mewakili apa yang disebut first-hand knowledge sesudah banyak pandangan yang telanjur teoretis dan orang yang tidak terpelajar sulit memasuki area masalah ras tersebut.
Morrison dalam Cinta tampak sekali mengetengahkan bagaimana involusi dalam diri kelompok kulit hitam sendiri demikian mengerikan. Tokoh Cosey yang menguasai hampir kehidupan tokoh-tokoh lain, tapi tidak diberi peran untuk bicara dalam narasi. Begitu memesona sekaligus jadi biang perselisihan para wanita di sekelilingnya. Dikisahkan Cosey dalam pandangan masing-masing tokoh tersebut adalah pemilik sebuah hotel, resor, dan dua kapal pribadi. Hotel Cosey merupakan suatu lanskap yang sengaja digunakan untuk mempertemukan berbagai tokoh wanita dari beberapa generasi, mulai awal abad 20 sampai pertengahan paruh kedua abad 20.
Para wanita bekas tukang masak Cosey, pelayan, office boy , bekas menantu, yang ada di Hotel Cosey diberi hak untuk bicara mengenai hubungan mereka yang tak luput dari persaingan menjadi wanita paling dekat dengan Cosey. Misal, Vida, bekas tukang masak Hotel Cosey akan lekas tersinggung ketika suaminya dalam suatu pembicaraan di depan meja makan mengatakan Cosey mati secara tidak wajar. Ia menyanggah dengan narasi yang memikat bagaimana ketidaksepakatan diiringi oleh situasi latar para tokohnya bahwa Cosey mati secara wajar. Demikian Heed, bekas suami Cosey, yang ingatannya selalu memersepsi baik mengenai diri suaminya. Betapa suaminya selalu menjadi pelindung di antara perempuan-perempuan di lingkungan hotel tersebut. Ia selalu nyaman dan dalam gambarannya pembaca dihadapkan pada ketiadaan celah untuk menghardik si pujaannya. Pun ketika ia mengetahui ayah Cosey tak lebih pecundang bagi kulit hitam dalam berhadapan dengan kulit putih. Cosey adalah lawan bapaknya. Bersenang-senang, menghamburkan uang, dan selalu berusaha menyenangkan orang lain.
Begitu pula Christine, cucu Cosey sekaligus teman sepermainan Heed, memilih ke luar hotel ketika Heed begitu iri ketika Christine dibuatkan pesta oleh kakek Cosey. Ia merajuk. Sebab bukan Heed yang mendapat hukuman, tetapi justru dialah yang harus keluar dari hotel itu. Ia akhirnya memilih "mengelana" ke luar, keguguran berkali-kali, dan akhirnya kembali lagi ke hotel Cosey. Yang membuat Christine harus dendam seumur hidupnya adalah justru May ibu kandung dari hubungan dengan anak Cosey, Bill Boy, setelah ia meninggal, karena "kekuasaan" Cosey, harus memperlakukan Heed sebagai pengasuhnya daripada dirinya yang justru anaknya.
Di sinilah kemudian waktu kekinian yang digunakan novel itu, tahun 1990-an. Bagaimana hubungan sulit antara Christine-Heed berlangsung. Ketika hotel itu sudah bangkrut dan keduanya tinggal di rumah peninggalan suami dan kakek Cosey yang sudah meninggal. Hubungan mereka penuh kebencian dengan posisi Heed sebagai tuan rumah sedangkan Christine tak lebih dari pembantu yang pekerjaannya memasak untuk Heed tapi dengan cara yang penuh kebencian. Christine memasak sesuatu yang amat tidak disukai Heed.
Heed akhirnya mengangkat pembantu lain yang tujuannya sesungguhnya untuk menyelamatkan harta warisan Cosey, Junior. Heed yang buta huruf membutuhkan bantuan seseorang untuk membantunya, terutama, membuat surat wasiat palsu. Setelah pembantu lainnya, Romen, cucu Vida, juga telah menjadi pembantu di rumah bekas Cosey tersebut. Sementara itu si Christine telah menyiapkan seorang pengacara untuk merebut hak waris dari Heed.
Melalui generasi Romen-Junior inilah novel Cinta , berusaha meneropong perkembangan perilaku generasi kulit hitam terkini. Bagaimana mereka sesungguhnya tidak juga lebih baik dari generasi sebelumnya. Pembedaannya hanya jika sebelumnya lebih sopan, ini diwakili oleh pandangan Vida dan suaminya, mereka lebih bebas. Kesamaannya mereka sama-sama bebas dalam hal seks, sering kali berurusan dengan polisi, bahkan Junior beberapa tahun harus mendekam di penjara karena antara lain, setelah masa hukuman penjaranya yang pertama, dituduh membunuh seorang sipir penjara. Padahal, si sipir itulah yang sengaja hendak memerkosanya dan tewas karena ia dorong dan jatuh ke lantai bawah.
Hubungan-hubungan yang rumit antara tokoh dan berkelindan sehingga seolah para tokohnya bukan saja kelihatan seperti mengidap semacam depresi, melainkan terpenjara secara sosial. Mereka teralienasi dari kehidupan sosial yang terbuka dan hidup dalam sistem sosial yang justru membuat mereka semakin terjepit. Tampak dalam relasi di antara tokoh-tokohnya, mereka tidak memiliki pandangan-pandangan sosial yang membebaskan. Mereka terpenjara antara kebutuhan hidup di satu sisi dan sama sekali tidak punya akses untuk membuat kehidupan rumit tersebut teratasi. Bahkan ini tergambar jelas setelah masa resesi yang menimpa Amerika, setelah terjadinya integrasi antara kulit hitam-kulit putih. Generasi Romen-Junior mewakili apa yang jamak terjadi pada warga kulit hitam di Amerika. Terpinggirkan secara sosial, tidak punya visi bagi hidupnya sendiri, dan kecenderungan individualnya adalah kebebasan dalam artian seksual bukannya sosial.
Secara sosial, justru Romen dianggap kriminal oleh kelompoknya, ketika kelompoknya memerkosa seorang perempuan sesama kulit hitam dan ia berusaha menyelamatkan si perempuan. Ia justru terlempar dari kelompoknya dan harus memilih sendirian dan bertemulah kemudian dengan Junior. Terbentanglah bagaimana kebebasan seksual yang mereka anut, sekalipun dari sisi Vida dan kakeknya, mereka sangat tidak setuju. Sebab apa yang mereka sarankan pada cucunya selama ini bukannya tidak saja dipatuhi, tetapi benar-benar tidak berguna. Mereka tampak baik-baik saja, namun di belakang mereka sangat buas.
Cara bercerita novel ini sangat aneh jika kita membacanya dengan anggapan bahwa novel itu adalah pemaparan yang runtut dan konflik berkembang seiring perkembangan cerita. Novel ini sama sekali tidak memiliki ciri semacam itu. Sebaliknya novel ini semacam gunung es ketika apa yang terjadi pada waktu kini adalah susunan yang rumit dalam rangkaiannya dengan apa yang terjadi di masa lampau. Sikap aneh antara Heed-Christine di bagian depan akan bisa pembaca pahami ketika pembacaan dilakukan demikian cermat pada bagian-bagian kemudian dan benar-benar memerhatikan apa yang dikatakan tokohnya lain. Misal, ketika Christine mendapat sambutan dari kakeknya Cosey ketika ia naik kelas dan diadakan pesta kemudian Heed sangat iri karena merasa terabaikan dan akhirnya membakar kasur Christine, dari kacamata tokoh L akan lain. Tokoh L yang dalam novel itu diberi ruang narasi khusus dalam bentuk huruf miring setiap subbab untuknya, telah memperingatkan Cosey untuk tidak bereaksi terlalu keras kepada Heed dan Cosey mengaku bersalah untuk itu. Tapi bukan dia yang membuat Cosey memutuskan agar Christine untuk sementara keluar dari hotel itu beberapa minggu untuk "berlibur" dan Christine justru memilih "masa liburannya" bertahun-tahun.
Juga ketika antara Heed-Christine bersitegang antara siapa yang sesungguhnya menerima warisan dan kemudian ditemukan catatan warisan Cosey dalam selembar tisu. Dalam selembar tisu itu si Cosey menuliskan siapa-siapa orang yang pantas mendapat harta warisannya. Bukan Cosey yang sesungguhnya membuat, tetapi tokoh L karena dengan menimbang karakter Cosey sendiri dan demi menghindari pertengkaran di antara Heed-Christine, maka dibuatlah seolah-olah Cosey mewariskan hartanya untuk orang-orang dekatnya. Namun Heed-Christine tidak tahu sampai akhir cerita ketika Heed akhirnya meninggal di pangkuan Christine, bagaimana hubungan mereka berdua sebelum dan sesudah Heed menikah dengan Cosey. Christine-Heed adalah sahabat sebelum Cosey tertarik pada Heed dan pembaca akan tahu dari sudut pandang Christine bagaimana Cosey yang usianya sudah berkepala empat tertarik dan memutuskan menikah dengan Heed yang masih berusia sebelas tahun.
Malah bisa dikatakan, masa lampau itu adalah tokoh Cosey sendiri yang menghantui para tokoh-tokohnya sehingga mereka tak berdaya, tidak punya pilihan, dan pikiran-pikiran mereka menjadi sangat aneh ketika diperbandingkan dengan tokoh Junior-Moren yang mewakili generasi sekarang yang tak terlibat dengan masa lampau, khususnya dengan tokoh Cosey. Tokoh semacam Christine, Heed, L, May, Vida beserta suaminya mampu seolah ada karena ada Cosey di benak mereka dan Cosey ada karena tokoh-tokoh tersebut. Persoalannya bukannya hubungan yang netral, tetapi Cosey dengan menginginkan semacam kuasa sedangkan tokoh-tokoh lainnya ingin menikmati dalam kuasa itu. Di mana dalam situasi kulit hitam yang jelas terpinggirkan di Amerika Serikat, terutama saat-saat Cosey masih jaya, dia menjadi semacam tempat bernaung atas sistem sosial yang sangat merugikan penduduk kulit hitam. Maka, pola relasi yang rumit di antara tokoh-tokoh dalam Cinta , tidak dapat dilepaskan dari sistem sosial yang ada. Pilihan-pilihan individual adalah bagian, kalau tidak malah akibat, dari sistem sosial yang menempatkan kulit hitam sebagai yang terpinggirkan sementara semua peran berada dalam tangan kulit putih.
Di sini terlihat Toni Morrison semakin membuktikan konsistensi pilihan tema dan ini tak bisa terlepaskan dari caranya sendiri untuk menyuarakan ketertindasan kulit hitam.
Imam Muhtarom, penikmat sastra.
MEDIA INDONESIA , Minggu, 16 Oktober 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment