oleh Imam Muhtarom
Ketidakpastian kehidupan manusia tidak melulu berisi tema-tema besar  berkenaan dengan bagaimana mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang  diemban oleh negara dan partai politik. Selain kadang tema-tema tersebut  abstrak, juga sering berujung pada ketidakpastian. Keberadaan tema-tema  besar tersebut dalam kehidupan keseharian terdengar berseliweran dalam  pembicaraan maupun dalam liputan media, namun jauh dengan apa yang  terjadi dalam praktik keseharian. Tidak mengakarnya tema tersebut dalam  kehidupan keseharian antara lain masih sebatas slogan.
Sementara itu, kehidupan sehari-hari adalah suatu kehidupan yang intens,  kongkret, dan langsung. Apa yang disebut sebagai masalah dalam  kehidupan sehari-hari bukan berupa konsep, melainkan suatu pengalaman  kongkret dan karena itu kompleks. Pengalaman yang menyangkut berbagai  aspek baik material maupun non-material. Dan yang utama, pengalaman  dalam kehidupan sehari-hari adalah langsung melibatkan badan serta  emosional. Yang muncul dari periwtiwa keharian-harian adalah sesuatu  yang tidak terduga, nyaris tak terencana, sehingga memberi  kejutan-kejutan. Seringkali dalam praktik keseharian  bukan saja  menyentak bagi orang lain yang menyaksikan, tetapi juga si pelaku  peristiwa sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
Licinnya kenyataan keseharian inilah yang banyak menjadi acuan berkarya  para penulis sastra di dunia. Selain kenyataan itu sendiri yang dialami  detik-demi detik selalu lolos dari kerangka konsep, kenyataan tersebut  juga menyuguhkan inspirasi yang tak pernah selesai. Oleh sebab itu,  bukanlah sebuah slogan apabila sastra dan seni diciptakan manusia sebab  hidup itu misterius.
Cerpen-cerpen Tangan untuk Utik (2009) karya Bamby Cahyadi tak lain  upaya meletakkan dunia keseharian sebagai bahan cerita yang tidak  habis-habisnya. Cerpen-cerpen dalam kumpulan ini adalah serangkaian  ketakjuban atas apa yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari itu.  Ketakjuban itu terlihat pada keterputusan atau terlepasnya satu  peristiwa dengan peristiwa lainnya dalam pikiran para tokoh utama  cerpen. Tokoh-tokoh berada dalam tahap ketidakpastian mengenai apa yang  sedang dan apa yang akan terjadi dalam kehidupannya. Ketidakpastian  inilah yang menjadi tema kumpulan cerpen ini dengan bentuk penulisan  realis dan surealis.
Dalam cerpen “Karyawan Tua” keterkejutan sekaligus ketidakpastian yang  dialami oleh tokoh “aku” ketika ia menemukan kawan baru seorang karyawam  tua yang hendak pensiun bunuh diri. Yang membuat terkejut tokoh “aku”  adalah apa yang dilihat dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada diri  si karyawan tua. Kondisi baik-baik yang diprasangkakan tokoh “aku” sama  sekali tidak terjadi pada tokoh karyawan tua. Di balik kondisi baik-baik  tersebut, sesungguhnya jiwanya keropos. Di balik kenormalannya, hidup  karyawan tua tersebut diliputi kepalsuan. Cerita ini menarik dari segi  tema maupun penggarapannya. Secara tekstual pembaca dihadapkan pada  adegan-adegan tanpa memberi arahan pada satu kesimpulan. Kekuatan bentuk  adegan dibandingkan dengan narasi tidak langsung ada pada penciptaan  jarak antara pembaca dan cerita yang terbayang. Cerita menjadi  “objektif” dan pada posisi itu pembicara dengan bebas membuat tafsir  atas apa yang terjadi lewat adegan. (Sayang, di bagian belakang karyawan  tua yang tak berkeluarga—hanya keluarga boneka—tidak muncul dalam  adegan melainkan narasi tidak langsung.)
Kejutan dan ketidakpastian juga hadir dalam cerpen “Koran Minggu”.  Ketidakpastian tokoh istri dalam menghadapi suami pengangguran berakhir  dengan anti-klimaks. Ketidakpastian bercampur kejengkelan lantaran harus  menguras tabungan bahkan pinjam ke orangtuanya untuk mencukupi  kebutuhan keluarga mereka. Dalam kondisi ekonomi sulit, si suami malah  pinjam uang beli komputer dan setiap hari Minggu beli 10 jenis koran.  Cerita ini berakhir ketika si istri mendapati nama suaminya terpampang  di koran sebagai seorang penulis. Mendapati nama suaminya, si istri  melonjak gembira akan upaya si suami selama ini. Namun pada saat  bersamaan si istri jatuh dalam nelangsa saat mendapati nama suaminya  muncul dalam berita kriminal. Ia tewas tertembak lantaran merampok.
Ke-13 cerpen Bamby Cahyadi secara konsisten mengangkat kehidupan  keseharian dengan berupaya menunjukkan berbagai kejutan-kejutan di  dalamnya. Beberapa cerpennya berhasil menunjukkan kepiawaian dengan  meninggalkan kesan dari sebuah peristiwa yang tidak terduga. Namun  beberapa di antaranya tidak memberi efek kejut lantaran kejutan yang  diharapkan klise dan sudah terbaca polanya. 
Di atas semua cerpen, satu yang bagi saya menarik “Tameng untuk Ayah”.  Cerpen ini bergerak dengan alur maju dan realis. Keutuhan dan  kelengkapan latar fisik dan sosial di Palestina menimbulkan rasa simpati  tersendiri di tengah berita abadi kekejaman dan tipu daya Israel.  Kepenuhan situasi dalam penggambaran itu semakin menemukan momennya  dengan sikap heroik yang diperlihatkan si anak dengan menjadikan  badannya sebagai tameng  dari peluru yang diberondongkan ke arah  ayahnya. Cerita ini berbeda dengan ke-12 cerita pendek dalam karya  Bamby. Cerita ini mengejutkan dengan cara yang sangat wajar, tanpa  teknik efek kejut sebagaimana tampak pada cerpen “Karyawan Tua” maupun  “Koran Minggu”. Seandainya ini sebuah novel, tentu, sangat menarik!***
Dari bedah buku kumpulan cerpen Tangan untuk Utik di Kedailalang,  Kalimalang, 14 November 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

 




 
 


0 comments:
Post a Comment